Memahami Aturan Baru dan Kewajiban Pelaku Usaha Digital

Chandra Budiarso

7/18/20253 min read

Perkembangan ekonomi digital, khususnya di sektor e-commerce dan marketplace, telah mengubah lanskap bisnis secara fundamental. Di Indonesia, pemerintah melalui Kementerian Keuangan terus beradaptasi dengan fenomena ini, salah satunya melalui penyesuaian regulasi perpajakan. Tujuannya jelas: menciptakan iklim persaingan yang adil antara bisnis konvensional dan digital, meningkatkan efisiensi pemungutan pajak, serta memperluas basis pajak di tengah pertumbuhan transaksi online yang masif.

Salah satu terobosan terbaru adalah Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 14 Juli 2025. Aturan ini membawa angin segar sekaligus tantangan baru bagi pelaku usaha dan penyedia platform.

Marketplace Ditunjuk sebagai Pemungut PPh Pasal 22.

Inti dari PMK 37/2025 adalah penunjukan marketplace atau Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) sebagai pemungut Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. Pungutan ini dikenakan dari pedagang yang berjualan di platform mereka. Langkah ini diambil untuk menyederhanakan administrasi perpajakan, terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), serta meningkatkan efektivitas pemungutan pajak.

Mekanismenya, marketplace akan memungut PPh Pasal 22 ini langsung dari transaksi penjualan pedagang. Pungutan ini kemudian akan diakui sebagai pelunasan PPh Final UMKM sebesar 0,5% dari penghasilan bruto, yang berlaku bagi pelaku e-commerce dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp 4,8 miliar. Dengan demikian, tidak akan terjadi pemajakan ganda bagi UMKM.

Penting untuk dicatat bahwa ada batas omzet yang tidak dikenakan pajak. Pedagang dengan omzet di bawah Rp 500 juta dalam setahun tidak dikenakan pungutan PPh ini. Jika omzet melebihi angka tersebut, PPh 0,5% hanya akan dikenakan atas omzet yang melampaui batas Rp 500 juta tersebut.

Namun, beberapa jenis transaksi atau pelaku usaha dikecualikan dari pungutan PPh Pasal 22 oleh marketplace ini, seperti layanan ojek online (ojol), penjual pulsa dan kartu perdana, serta perdagangan emas.

Jenis-jenis Pajak Lain yang Berlaku di E-commerce

Selain PPh, ada beberapa jenis pajak lain yang juga berlaku di sektor e-commerce:

  • Pajak Pertambahan Nilai (PPN):

    Saat ini, tarif PPN adalah 11% dari harga jual. Penjual yang sudah berstatus Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib memungut PPN dari pembeli dan menyetorkannya ke negara. Pembeli di e-commerce akan dikenakan PPN yang sudah termasuk dalam harga pembelian barang/jasa dari PKP.

  • Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM):

    Jika produk yang dijual di e-commerce tergolong barang mewah, penjual juga wajib memungut PPnBM dengan tarif sesuai ketentuan yang berlaku, misalnya 12% dari harga jual.

  • PPh Pasal 23/26:

    Jenis pajak ini berlaku untuk pembelian jasa (misalnya jasa pemasaran digital) di mana badan usaha wajib memotong PPh 23 (untuk wajib pajak dalam negeri) atau PPh 26 (untuk wajib pajak luar negeri). Dalam beberapa kasus, marketplace juga mungkin terlibat dalam pemotongan jenis PPh ini dari transaksi pembayaran jasa.


Kewajiban Pelaku Usaha dan Marketplace

Dengan adanya regulasi ini, baik pedagang maupun marketplace memiliki kewajiban masing-masing:

  • Bagi Pedagang/Seller:

    Wajib memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau setidaknya memberitahukan Nomor Induk Kependudukan (NIK) kepada penyedia platform. Meskipun PPh kini dipungut oleh marketplace, pedagang tetap memiliki kewajiban pelaporan dan pemenuhan ketentuan perpajakan lainnya sesuai dengan omzet yang didapat, termasuk PPN jika mereka berstatus PKP.

  • Bagi Marketplace (Penyelenggara PMSE):

    Sebagai pemungut PPh Pasal 22, marketplace wajib menyetorkan pajak yang telah dipungut ke kas negara. Mereka juga harus melaporkan pemungutan tersebut melalui SPT Masa PPh Unifikasi setiap bulan. Selain itu, pemerintah juga dapat meminta data dan informasi transaksi e-commerce dari marketplace untuk tujuan pengawasan perpajakan.


Semangat di Balik Kebijakan
Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bukan untuk menciptakan jenis pajak baru bagi e-commerce, melainkan menerapkan aturan pajak yang sudah ada ke dalam ekosistem digital. Semangatnya adalah menyamakan perlakuan perpajakan antara transaksi bisnis konvensional dan digital, serta mempermudah UMKM dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Dengan peran marketplace sebagai "perpanjangan tangan" pemerintah, diharapkan kepatuhan pajak di sektor ekonomi digital akan meningkat, menciptakan ekosistem bisnis yang lebih adil dan transparan bagi semua pihak.

Punya masalah perpajakan? Konsultasi Sekarang!

blue and white striped round textile
blue and white striped round textile
an abstract photograph of a curved wall
an abstract photograph of a curved wall
low-angle photography of blue glass walled building during daytime
low-angle photography of blue glass walled building during daytime